• Video SEF

  • SEF adalah komunitas ilmiah mahasiswa UG dengan minat ekonomi syariah, di bawah naungan BEM FE Universitas Gunadarma bimbingan Bpk. Budi Prijanto, SE., MMSI.

Ini Alasan Malaysia Lebih Unggul di Keuangan Syariah

bank_syariah_100625150027Industri keuangan syariah Malaysia tumbuh melampaui Indonesia. Ada dua faktor yang membedakan industri keuangan syariah Malaysia bisa lebih maju bila dibanding Indonesia.

Pertama, dari sisi kebijakan, industri keuangan syariah di Indonesia belum mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Berbeda dengan Malaysia yang justru menerima keberpihakan kuat dari pemerintahnya.

Dari sektor perbankan syariah, market share Malaysia mencapai 23 persen sedangkan Indonesia baru 4,69 persen. Pengamat Ekonomi Syariah, Agustianto, mengatakan dari sisi kebijakan, industri syariah perlu dukungan. “Bila ada komitmen pemerintah maka industri syariah bisa tumbuh lebih cepat dan besar,” ujarnya kepada ROL, Kamis (7/1).

Dari sisi kebijakan, kata Agustianto, bisa dilakukan dengan menempatkan sebagian dana BUMN pada bank syariah atau memberi dana pada bank syariah yang kekurangan modal. Dia menyebut dari Rp 650 triliun dana syariah di Malaysia, 90 persennya berasal dari BUMN. Dana haji di Malaysia juga ditempatkan di bank syariah.

Industri syariah di Indonesia dan Malaysia memang berbeda. Dana syariah di Malaysia banyak dari pemerintah. “Di Indonesia, dana banyak berasal dari masyarakat, sedangkan pemerintah hanya sebagai ‘wasit’,” ucapnya.

Sejauh ini, pemerintah mengatur regulasi melalui Bank Indonesia (BI). Namun Agustianto menilai hal tersebut tidaklah cukup. Pasalnya industri syariah tidak hanya terdiri dari perbankan, tetapi juga ada. asuransi syariah, koperasi syariah, Baitul Maal Tamwiil, dan lembaga lainnya. Untuk itu, pemerintah diharap tidak segan-segan memberi komitmennya pada industri syariah.

Kedua, dari segi penciptaan produk, produk syariah Malaysia lebih terbuka, longgar dan liberal dalam pengembangannya. Dalam hal ini Agustianto berpendapat Indonesia tidak perlu mencontoh Maalaysia. “Indonesia ada di posisi moderat, harus menciptakan produk yang khas, tidak perlu meniru Timur Tengah, Malaysia atau negara lain,” katanya.

Industri syariah Indonesia memiliki keunggulan dari Malaysia. “Dana pihak ketiga (DPK) Indonesia lebih dari Rp 1 triliun,” ujarnya. Sementara di Malaysia, dana dari masyarakat masih relatif kecil karena banyak berasal dari pemerintah. Meski begitu, pemahaman masyarakat mengenai industri syariah perlu ditingkatkan.

Peran ulama dan intelektual cukup penting sebagai corong dalam mensosialisasikan ekonomi syariah. Pasalnya ulama dan intelektual adalah tokoh masyarakat yang sering didengar sehingga bila mereka mau mensosialisasikan industri syariah, maka bisa menambah market share secara tidak langsung. Apalagi jika program studi syariah di kampus-kampus kian marak, maka akan berdampak positif bagi Indonesia.

“Kalau harmonisasi kerjasama dijalankan, maka Indonesia dapat menjadi pusat keuangan syariah dunia, mengingat populasi Muslimnya sangat besar,” ucap Agustianto.

Pengamat Keuangan Syariah, Syakir Sula, mengatakan Indonesia perlu belajar dari Malaysia. Menurutnya, ada beberapa sektor yang harus dibenahi agar pangsa pasar industri keuangan syariah nasional bisa berkembang, yaitu sumber daya manusia (SDM), teknologi, regulasi, institusi dan supervisi.

Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI mengatakan industri keuangan syariah didominasi dana dari masyarakat. “Di Indonesia benar-benar bottom up,” katanya. Dari sisi perbankan, aset perbankan syariah menorehkan menggembirakan. Hingga akhir 2012, aset bank hampir menyentuh angka Rp 200 triliun.

Source : Republika

Tinggalkan komentar